Monday, March 4, 2019

Tentang Tattoo




Pertanyaan:

Salam sejahtera Tuhan memberkati,
God Bless U Bu Ingrid, Topik bahasan saya kali ini tentang tatto di badan / anggota tubuh, saya mempunyai tatto salib di lengan kanan, yang saya mau tanyakan :
1.Apakah mempunyai tatto itu dosa / bertentangan dengan ayat-ayat di kitab suci ?( yang saya tahu apabila mempunyai tatto itu dosa kalau dipamerkan di depan umum dengan sengaja untuk menggambarkan rasa pemberani, tangguh, atau apapun, tetapi tatto itu tidak dosa apabila tidak dipamerkan di depan umum atau tanpa sengaja )
2.Menurut pandangan umum, tatto adalah suatu bentuk seni yang menginspirasikan karakter atau jiwa seseorang dalam bentuk gambar-gambar yang dipilih atau menjadi inspirasi dalam hidupnya, salahkah saya apabila saya mempunyai tatto meskipun bergambar salib, wajah Yesus, Rosario, atau lainnya yg berhubungan dengan agama katolik ? karena saya sangat mengimani Tuhan, karena dengan tatto tersebut saya lebih dekat dengan Tuhan
Terima kasih Bu Ingrid atas perhatian dan jawaban anda.. GBU.. ^_^
Ericco

Jawaban:

Shalom Ericco,
Sejujurnya, memang tidak ada ajaran menyikapi tattoo ini di Katekismus Gereja Katolik, apakah ajaran yang menyetujuinya ataupun yang menentangnya. Namun jika kita membaca Kitab Suci, ada ayat yang sepertinya melarangnya, bunyinya demikian:
“Janganlah kamu menggoresi tubuhmu karena orang mati dan janganlah merajah tanda-tanda pada kulitmu; Akulah TUHAN.” (Im 19:28)
Jika kita mendefinisikan tattoo sebagai tanda- tanda yang dirajah di kulit, maka sesungguhnya berdasarkan ayat ini, sepertinya dilarang oleh Tuhan. Memang konteksnya pada jaman PL dulu, membuat tattoo di tubuh adalah kebiasaan bangsa- bangsa kafir, sehingga Allah melarang orang Israel untuk mengikuti kebiasaan tersebut. Sekarang ini nampaknya tattoo tidak lagi berkonotasi sebagai kebiasaan bangsa kafir, karena tattoo ini malah sekarang dikomersialkan dalam dunia sekular.
Mereka yang menentang pembuatan tattoo biasanya menghubungkannya dengan surat Rasul Paulus 1 Kor 6:19, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” Membuat tattoo dianggap sebagai perbuatan yang melanggar ayat ini. Benarkah demikian?
Sebenarnya prinsip utama yang harus dipegang adalah karena tubuh kita adalah bait Allah, maka kita harus memperlakukannya dengan layak. Harus diakui bahwa budaya- budaya tertentu membawa pengaruh dalam hal tattoo ini, yang kadang dianggap sebagai dekorasi tubuh. Prinsip dekorasi tubuh ini juga terdapat pada pemakaian make- up, tindik anting- anting ataupun pemotongan rambut demi penampilan yang lebih rapi/ elok. Nah, apakah semua ini termasuk dosa?
Katekismus Gereja Katolik memang tidak menyebutkan secara rinci. Sebab memang menjadi mustahil untuk membuat pembatasan hitam dan putih untuk hal yang menyangkut dekorasi tubuh. Agaknya yang menjadi tolok ukur di sini adalah ‘prudence‘/ kebijaksanaan, agar jangan sampai yang dimaksudkan untuk dekorasi tersebut malahan akhirnya merusak tubuh dan mencemarkan tubuh sebagai bait Allah itu. Kerena itu ada beberapa hal yang patut diperhatikan, dan ini saya sarikan dari tulisan Fr. Peter Joseph, yang berjudul The Morality of Tattoos and Body Piercing, yang ada di link ini, silakan klik:
1. Ada banyak tattoo yang menggambarkan gambar Setan, ataupun sesuatu lambang yang mengacu kepada Setan/ Iblis. Tentu ini gambar ini tidak layak bagi para murid Kristus.
2. Salah satu motivasi untuk melakukan tattoo pada sebagian orang adalah sengaja ataupun bangga menjadi jelek. Makanya mereka menggambarkan tanda- tanda Setan, seolah membenci keindahan ciptaan Allah dan sengaja ingin merusaknya. Motivasi ini juga tidak seharusnya dimiliki orang Kristen.
Pada jaman dahulu tattoo digunakan di penjara atau kamp- kamp pengungsian untuk memberikan tanda kepada para narapidana, untuk merendahkan martabat mereka. Sesungguhnya adalah mengherankan bahwa sekarang ini ada banyak orang menganggap tattoo sebagai sesuatu yang ‘fashionable‘.
3. Jika dilakukan berlebihan ataupun di sekujur tubuh, maka ini dapat dimasukkan katagori ‘self mutilation/ self disfigurement‘, seperti halnya orang yang menindik diri di banyak tempat (multiple body piercing). Ini tentunya tidak sesuai dengan perlakuan terhadap tubuh yang sesuai dengan maksud Allah, sebab tubuh ini bukan obyek untuk dijadikan sebagai ‘mural‘/ relief hidup maupun obyek untuk ditindik/ dilubangi di mana- mana.
4. Tattoo seperti halnya tindik juga pada memiliki resiko terhadap kesehatan, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian dari University of Texas dan the Australian National University pada tahun 2001. Tindik di pusar, lidah ataupun cuping atas telinga adalah tidak sehat dan dapat menyebabkan infeksi, deformasi pada kulit, dan dapat meracuni darah (septicaemia). Tindik pada hidung, alis mata, bibir dan lidah tidak dapat menutup kembali, meskipun anting-nya sudah dicabut. Maka tindik yang seperti ini menjadi tidak dapat dibenarkan secara moral, karena tidak seharusnya seseorang membahayakan kesehatannya sendiri tanpa motif yang masuk akal. Jika dilakukan dengan tidak steril dan higienis, maka pembuatan tattoo dan tindik ini dapat menjadi saluran penularan hepatitis ataupun HIV.
5. Adanya keinginan untuk membuat orang lain shock/ kaget dan menarik diri. Adakalanya seseorang mempunyai motivasi untuk memprotes ketidak adilan/ kemiskinan dengan membuat kejutan. Tetapi membuat kejutan tanpa tujuan untuk mempromosikan kebenaran dan kebaikan, bukanlah merupakan sesuatu yang baik.
6. Tanda yang malah dapat menimbulkan kesan tidak layak/ tidak hormat. Misalnya jika tattoo yang digambarkan adalah gambar Yesus ataupun Bunda Maria, yang tidak dapat digambarkan dengan baik/ layak.
7. Dapat menjadi tanda disorientasi seksual. Di tahun 1970-an anting yang digunakan oleh pria di telinga kiri atau kanan menjadi kode orientasi seksual dan tanda untuk memilih partner. Maka ini sudah melintasi batas moral.
8. Dapat menjadi tanda yang tidak layak (unsuitable). Adakalanya orang mentatto diri mereka sedemikian besarnya dengan bentuk crucifix ataupun gambar religius lainnya. Tubuh bukan tenmpat untuk mendisplay gambar- gambar tersebut. Sebab jika misalnya orang tersebut berenang, maka ia mempertontonkan gambar tersebut dengan cara yang tidak layak. Sama seperti tidak pantas seorang imam jalan- jalan ke mall dengan memakai pakaian Misa lengkap: bukan pakaiannya yang salah, tetapi ada waktu dan tempat yang lebih sesuai untuk mengenakan tanda- tanda religius tersebut.
9. Kesia- siaan (Vanity). Beberapa pria sengaja ditattoo di bagian atas lengan atau bawah lengan untuk menarik perhatian orang. Akibatnya orang lain akan memberi perhatian bukan kepada pribadi orang itu tetapi kepada tanda luar yang ada di tubuh orang itu. Hal serupa terjadi pada orang- orang yang ditindik di lidah, di hidung dan alis mata.
Maka walaupun tidak salah untuk berhias, tetapi hal itu harus dilakukan dengan prinsip kebersahajaan (modesty) dan kelayakan. Kitab Suci secara implisit mengakui bahwa adalah baik bagi mempelai perempuan untuk berhias demi mempelai pria, ketika Yerusalem abadi dibandingkan dengan perempuan itu (Why 21:2). Maka adalah baik bagi seorang wanita untuk memakai pakaian yang layak dan berhias sesuai dengan kesempatannya, namun berhias secara berlebihan malah dapat menimbulkan kesan negatif terhadap perempuan itu.
10. Sebagai tanda ketidakdewasa-an dan ketidakbijaksanaan. Beberapa orang muda menganggap tattoosebagai tanda protes terhadap orang tua. Maka ketidaktaatan kepada orang tua ini adalah dosa. Beberapa orang menganggap tanda ini sebagai jalan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok teman mereka. Beberapa orang melakukannya karena bosan, ingin sesuatu yang lain, ingin dikagumi orang lain. Ini adalah tanda ketidakdewasaan.
Belum lagi jika disebut bahwa membuat tattoo juga bukan sesuatu yang murah. Kadang biaya membuatnya bisa cukup mahal, mencapai 1000 dollar (9- 10 juta rupiah) untuk tatoo satu lengan, jika dilakukan di Amerika. Bukankah biaya sedemikian dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat dan bertanggungjawab. Ada banyak orang yang bangga ditattoo pada masa mudanya, namun menyesalinya ketika mereka bertambah dewasa. Ada banyak orang yang kemudian membayar lebih mahal untuk menghilangkannya, yang dapat juga mengakibatkan tanda luka di kulit, menjadikan kulit berubah warna seperti seolah terbakar. Ada lagi pekerjaan tertentu yang tidak dapat menerima pekerja yang mempunyai tattoo.

Kriteria universal tentang hal tattoo

Dapat terjadi suatu kebiasaan tertentu menjadi bagian dari suatu budaya. Namun ini tidak menjadikan kebiasaan itu sebagai sesuatu yang otomatis benar. Hal yang terkait dengan ini misalnya, di salah satu suku di Afrika, para perempuannya memakai anting yang sedemikian besar sehingga merusak bentuk telinga. Atau wanita memakai kalung yang ditumpuk- tumpuk sampai memanjangkan leher secara tidak normal. Atau di Cina, wanita membebat kaki sehingga ukuran kaki menjadi kecil untuk dikagumi. Ini semua adalah contoh- contoh kesia- siaan (vanity).
Memang tidak mudah membuat garis yang jelas untuk menentukan bahwa batas kewajaran dilampaui. Tetapi ini tidak berarti bahwa garis batasnya tidak ada. Tak ada orang dapat memberikan definisi pada suhu berapa tepatnya, bahwa hari berubah dari dingin ke panas, tetapi tiap orang akan menyadari bahwa suhu yang mendekati 0 derajat C adalah dingin. Maka jangan sampai kita terpengaruh dengan mengatakan bahwa tidak ada garis batas dan tidak ada kelayakan/ kepantasan, karena sulitnya menentukan batasannya.
Kuncinya sederhana:
Tubuh manusia dimaksudkan untuk diperlakukan dengan baik, tidak untuk diperlakukan dengan buruk ataupun untuk dirusak. Martabat dan keindahannya harus dijaga dan dipelihara, sehingga tubuh dapat menjadi ekspresi dari kedalaman kecantikan jiwa.
Maka berikut ini saya menjawab pertanyaan anda:

1. Apakah tattoo itu dosa?

Nampaknya jawabnya, bisa ya, bisa tidak. Jika dilakukan berlebihan bisa termasuk katagori dosa, karena merusak/ membahayakan tubuh. Karena Katekismus tidak menyebutkan secara definitif, maka nampaknya membuat tattoo tidak langsung berkaitan dengan pelanggaran moral, kecuali jika itu dilakukan dengan motif/ maksud yang buruk, seperti yang sudah diuraikan dalam point 1-10 di atas.

2. Apakah salah jika mempunyai tattoo religius?

Nampaknya jawabnya tergantung maksud (intensinya). Jika maksudnya untuk pamer, maka sesungguhnya tidak perlu. Jika tattoo itu tidak dapat dilihat orang lain, dan hanya anda sendiri yang mengetahuinya, apalagi jika itu sudah terlanjur dilakukan, maka kemungkinan itu bukan hal yang patut dipersoalkan. Untuk ke depannya, saya rasa tidak perlulah membuat tattoo sebagai tanda di tubuh. Lebih baik anda menyadari akan adanya ‘tattoo‘ rohani di dalam diri anda, sebab memang benar secara rohani kita telah menerima meterai/ tanda khusus dari Allah, melalui Baptisan dan Penguatan, bahwa kita ini adalah sungguh- sungguh milik-Nya.
Mari kita hayati bahwa pertumbuhan rohani yang otentik sesungguhnya bermula ‘dari dalam’. Maka pertobatan itu mengacu kepada sikap batin terlebih dahulu, baru kemudian memancar ke luar melalui buah- buahnya. Jadi bukan terbalik, kelihatan tanda- tanda jasmaninya dulu baru mencerminkan penghayatan. Ini keliru. Mari kita mulai dari penghayatan iman di dalam hati, baru setelahnya ini akan dengan sendirinya terlihat ke luar, melalui sikap tubuh, tutur kata dan perbuatan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

No comments:

Post a Comment